Waktuku tak Lagi banyak di dunia ini. Penyakit ini, Leukimia. TeLah Lama ia bersarang daLam tubuhku. Segalanya sudah kuLakukan. Aku sebenarnya sudah LeLah dengan segaLa macam terapi ini. Dan, akhir buLan LaLu, dokter memvonisku. Tak Lebih dari 8 buLan Lagi. Hanya diam. Aku sudah tak bisa menangis, kering air mataku.
ALLah, Rabb, aku bahagia pernah hidup seLama 20 tahun ini. MemiLiki keLuarga yang sangat menyayangiku, mami, papi, dan dua anak asuhku, yang teLah aku anggap seperti anakku sendiri, yang memberi warna pada hari-hariku. Aku memiLiki beberapa teman yang seLaLu menemaniku terapi, dan beberapa buLan terakhir ini ada dia, ya.. Dia yang beLum pernah kutemui, tapi aku merasa ingin seLaLu bersamanya. Aziz.
Mungkin aku harus bersyukur, tak banyak orang yang tahu kapan aJaLnya tiba. Dan aku masih memiLiki waktu untuk mempersiapkan kematianku, mempersiapkan amaLanku. Tapi, entahLah, apa itu cukup nanti untuk bercakap dengan MaLaikat penguasa Alam Barzakh? Tapi kasihan papi dan mami, mereka akan kehiLangan ku, anak satu-satunya. Apakah mereka bisa kuat? Aku tak ingin mereka cemas dengan penyakitku ini. Aku seLaLu berusaha untuk seLaLu kuat, tabah dan ceria menghadapi penyakit ini. ALLah, aku sangat menyangi mereka. Sayang, hanya sampai 8 buLan kedepan aku masih bersama mereka. Orang tuaku hancur ketika mengetahui penyakitku, mereka mencari segaLa cara agar menyembuhkanku, tapi sayang, tak ada sumsum tuLang mereka yang cocok untukku. Yang bisa para dokter itu Lakukan saat ini adaLah memperpanJang masa hidupku, yang berarti memperpanJang penderitaanku. Tapi, JuJur saJa, yang kurasa maLah semakin menyiksaku. Sakit rasanya. Dan bagaimanakah rasanya mati??
Aku seringkaLi aku LeLah menghadapi semuanya. Disaat wanita Lain sedang banyak meLakukan aktivitas mereka, aku terbaring Lemah di bangsaL rumah sakit, sepi ditempat itu. Seperti menyedot sisa kehidupanku. AwaLnya aku pun tak pernah mau kompromi dengan penyakitku, ini bentuk ketidak adiLan pada hidupku, kadang aku menggugat, tapi tak berdaya. Tapi seringkali di kesendirian ranJang rumah sakit, seLang infus, tabung oksigen, transfusi darah, kemoterapi, aku merasa aku semaki dekat dengan penciptaku. Aku merasa Dia berbicara padaku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk memakai JiLbab, dan beLaJar agama Lebih baik Lagi. Aku ingin memperbaiki diri disisa umurku ini.
AlhamduLiLLah, aku mengenaLnya. Ya, waLaupun ia tidak pernah hadir daLam hidupku sebeLumnya, beLum pernah mengenaL dan meLihatnya secara Langsung. Seandainya aku bisa mengenaLnya Lebih awaL. Tapi, tak ada waktu Lagi untuk menyesaL, hanya sedikit waktuku.
Laki-Laki itu, Aziz. Dia kuLiah di AL-Azhar, Cairo. Sedangkan aku di sini, di Indonesia. Lewat dunia maya Lah aku mengenaLnya. Karena seringkaLi aku tak bisa beranJak kemanapun ketika terapi, dan hanya memiLiki sedikit fasiLitas untuk berkomunikasi. AwaLnya aku hanya ingin berdiskusi masaLah agama padanya. Dia beLaJar Fiqh IsLam disana. Usianya pun tak Jauh beda dari ku. Pertanyaan-pertanyaan ku diJawabnya dengan memuaskan. Dan, entah seJak kapan, dia terLihat begitu besar dan berarti daLam hatiku, tanpa kusadari. PadahaL, dia tidakLah istimewa, hanya Laki-Laki biasa. Sangat biasa maLah. Tapi, seandainya umurku panJang, aku ingin ia menJadi imam untukku dan anak-anakku keLak, ya itu hanya andai-andaiku saJa. SiapaLah aku ini? Hanya mayat hidup! Rasanya aku ingin berteriak.
Suatu maLam di rumah sakit, “Apakah kau mau menikah denganku Naura?”
Aku senang. Sungguh!! Tapi aku maLah menangis, tak apaLah toh dia tak bisa meLihatku. Langsung aku putuskan koneksi internetku. Dia tahu keadaan hidupku. Kenapa dia mengatakan haL itu? Hanya itu yang aku pikirkan. Apakah dia hanya sekadar memberi harapan kosong padaku? LagipuLa mengapa dia memiLihku? PadahaL aku ini perempuan penyakitan yang sebentar Lagi akan menemui aJaLku. ALLah.. aku harus apa?
Esoknya, “Mengapa tak kau baLas Lamaran ku kemarin? “. Lagi, “Apa kau marah padaku Naura?”. Lagi, “BaikLah kaLau begitu, aku akan puLang besok. Aku akan meLamarmu. TungguLah. Dan aku mohon, tetapLah bersinar, seperti namamu.”
Tiga hari kemudian, ternyata dia benar-benar puLang ke Jakarta. Aku tahu dari temanku yang Juga mengenaLnya. Ya ALLah, ternyata dia sungguh-sungguh dengan ucapannya. Apa yang harus aku katakan Jika dia datang?
Dan esoknya, dia datang menJengukku bersama temanku. Tak berani aku memandang waJahnya. PadahaL seLama ini aku memendam kerinduan yang amat sangat padanya. Dia seperti yang aku bayangkan seLama ini.
“Naura, apa kabar?”, Dia tersenyum.
“Baik, aLhamduLiLLah, masih hidup”. Kami tertawa bersama.
“Apa kau marah padaku?”, tanyanya.
“Tidak. Sungguh”, Jawabku.
“Kenapa kau tak menJawab Lamaranku?”
“Apa aku harus menJawabnya? Sedangkan kau sendiri Juga tahu apa yang terJadi padaku?”, dan aku mengeraskan hatiku untuk tetap pada pendirianku. ALLah, seandainya ia tahu bahwa aku Juga mencintainya. Tapi aku tak ingin menghancurkan hidupnya dengan kesedihan kehiLangan diriku Jika aku menerima Lamarannya dan kenangan tentangku yang tak akan pernah pudar ketika aku menginggaL. Karena hidupku tak akan Lama.
“Aku tak tahu Naura, aku tak tahu apa Jawabanmu”
“Maafkan aku Aziz, tapi aku tak bisa. PuLangLah.”
SeteLah kepergiannya hari itu, aku menangis. Ada sedikit penyesaLan daLam diriku, mengapa tak kuterima saJa Lamarannya? Tapi, kupikir ini yang terbaik. Aku tak akan pernah bisa membahagiakannya, seperti wanita-wanita Lainnya yang sehat. Apakah ini benar ya Rabb??
Ketika aku bangun di pagi hari, ada emaiL masuk ke inbox emaiLku. Dari Aziz. Berdegup Jantungku membacanya.
“AssaLamuaLaikum WarahmatuLLah Wabarakatuh.
Naura, namamu berarti bintang yang bersinar, apa kabarmu? Aku meLihatmu kemarin, kamu tampak sehat. WaJahmu seperti namamu.
SeJuJurnya aku kecewa mendengar Jawabanmu. Tapi aku hargai keputusanmu. Aku tak ingin tahu aLasanmu mengapa kau menoLakku, aku hanya ingin memberitahukan aLasanku mengapa aku memutuskan untuk meLamarmu, mungkin kau teLah saLah meniLaiku. Tidak, aku tidak kasihan padamu. Aku Juga bukan orang yang hanya terpesona oLeh kecantikan fisikmu, bukan itu. Tapi cintaku tuLus untukmu. Dan cinta yang hakiki hanya miLik ALLah, oLeh karena itu, aku menginginkanmu untuk menJadi isteriku. Keputusan itu aku ambiL tidak daLam waktu yang singkat, aku memikirkannya baik-baik. Aku pun sadar, Jika nanti kau akan meninggaLkanku karena penyakitmu. Dan aku sudah mempersiapkan diriku untuk itu, seperti kau mempersiapkan kematianmu. Walaupun semua itu hanya vonis yang diberikan dokter, bukan yang diberikan ALLah, tuhan kita! Aku ingin kita terus berikhtiar.
Izinkan aku Naura, untuk menemani sisa umurmu, merasakan sakit mu, meringankan bebanmu. Izinkan aku Naura, untuk menggenapkan separuh agamaku, separuh agamamu. Izinkan aku Naura, meLihat sinar bintangmu. Izinkan aku Naura,untuk menJadi imam-mu. Aku hanya ingin sedikit memberimu kebahagiaan di sisa waktumu. Izinkan aku.-Aziz-”
Basah. Ada yang menetes dari mataku. Aku menangis bahagia dan haru. Ya, dia Lah orangnya. Izinkan aku menggenapkan separuh agamaku ya Rabb..
*Based on true story*
Friday, January 8, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment