Tuesday, May 22, 2012

Melancong ke Pulau Biawak #2

Setelah tadi saya cerita yang enak-enak tentang trip saya ke Pulau Biawak, saya mau cerita tentang kejadian-kejadian disana, baik yg lucu, aneh, sedikit spooky, terus menyebalkan juga.. 

#1. Insiden Batu atau Tai?
Di bagian 1 tadi, saya sudah menceritakan secara sekilas kondisi fasilitas di Pulau Biawak.  Untuk urusan kamar mandi, sebenarnya menjadi point penting untuk saya.  Karena WC merupakan komponen vital untuk urusan cuci mencuci, mandi memandi, dan buang air tentunya.  Di Pulau Biawak cuma ada satu WC, untuk penghuni pulau Biawak dan juga tamu-tamunya.  Hmm.. keadaan WC nya sih, mirip-mirip MCK pada umumnya.  Well, g bisa dibilang nyaman sih.  Tapi seenggaknya, masih tertutup.  

Seperti biasa, buat yang pencernaannya lancar, pagi-pagi pasti pada setoran pagi sebelum melakukan aktifitas.  Sebelumnya, untuk memperlancar buang air, biasanya saya pancing dulu pakai camilan ky susu dan cornflakes.  Dan, g lama saya pun berasa mules.  Buru-buru lah saya ke WC.  Ternyata eh ternyata, di lubang WCnya udah ada 'makhluk-nya' dan baunya pun kemana-kamana..  Err.. Well, buru-buru deh ke sumur buat nimba air.  Ternyata eh ternyata, yang kebelet bukan cuma saya sodara-sodaraa.  Di sumur  udah ada antrian sebelumnya yang mau ambil air buat buang air.  Tapi karena saya perempuan, akhirnya ladies first.  hahhaa..

Setelah hajat tertunaikan, saya lakukan penyiraman.  Err.. ternyata emang susah disiram sodara-sodaraaa!!  'Makhluk' yang tadi ternyata masih belum beranjak dari lobang.  Dan itu bikin mampet.  Akhirnya, karena ditunggu yang lain, saya nyerah juga deh menyiramnya.  Nah, giliaran si Radit nih yg buang air.  Gak lama dia pun selesai.  Dan tetap aja 'makhluk' itu tak bergeming.  Dia sampe bolak balik ambil air di sumur cuma buat nyiram lobang WC sampe kata pak Manto dibilang mau ngisi bak mandi.

Akhirnya, aktifitas Radit yang rajin menyiram itu diketahui pak Manto.  Dia bilang, "Ngapain bolak-balik bawa air? Mau ngisi bak?" 
Terus kata Radit, "Enggak, pak.. ini ada batu, WC nya jadi mampet.  Makanya saya siram."
Kata bapak, "Ohh, itu kerjaannya anak-anak kali.  Sini saya liat"
Dan sodara-sodara, pak Manto dengan innocent nya, menganggap 'makhluk' itu batu, dia pegang dan angkat 'makhluk batu' itu dari tempatnya.  Dan g lama, beliau pun kecewa.  'Makhluk' itu tidak keras, melainkan lembek.  Karena ternyata yang dia pegang adalah TAI..
*ngakak guling-guling*
*ketawa sampe nangis*


#2. Believe it or not?
Nah, pada bagian pertama, sudah saya jelaskan bahwa kata pak Manto, di Pulau Biawak ada 'penunggunya'.  Biasanya banyak yang melakukan pertapaan di sana.  Hari pertama, kami sempat berdialog dengan beliau.  Dia mewanti-wanti agar kami hati-hati berbicara.  Dulu pernah ada kejadian, wartawan kesana digigit nyamuk, terus dia bilang "wah, banyak nyamuk nih"..  Eh, sepanjang disana, dia malah dikerubutin nyamuk.  Walaupun udah pake segala macem repellent tetep g mempan.

Nah, klo yang kami alami lain lagi ceritanya.  Ketika salah seorang dari kami ingin melakukan night dive, kami sempet ngerumpi tentang keadaan pulau yang masih bersih.  Tanpa bulu babi dimana-mana.  Karena memang ketika menyelam di siang hari, kami g menemukan satu pun bulu babi.  Akhirnya kami bilang dong, "Disini bagus, g ada bulu babi.  G ky ditempat lain."
Setelah berkata begitu, ada yang nyeletuk.  "Hati-hati, coba aja liat nanti, pasti ada."
Eh, setelah itu, yang melakukan penyelaman malam melihat banyak bulu babi di dasar laut yang sebelumnya g ada sama sekali.

#3. EO menyebalkan
I've told you before, kalau kami menyewa jasa EO untuk trip kali ini.  Ya, karena kami ingin melakukan diving, kami butuh organizer untuk menangani perlengkapan diving.  Agar kami agak santai karena semuanya sudah diurus.  Perjalanan kali ini terbilang cukup murah untuk perjalanan diving.  Di jadwalnya, kami mendapatkan 5 kali diving dan dua kali trip ke Pulau Cendikian dan Pulau Gosong.  

Dari awal mungkin sudah mendapat isyarat yang tidak baik mengenai EO-nya.  Peserta yang dari awal berangkat dari Jakarta berjumlah 9 orang, hanya dijemput dengan 1 mobil grand max.  Tentu saja kami bertanya-tanya, apa muat?  Akhirnya, 2 orang mengundurkan diri dari rombongan.  Lalu berangkatlah kami.

Di perjalanan supir travelnya, menyetir tidak enak.  Well, setelah ditanya, ternyata dia sudah beberapa malam tidak tidur.  Such a dangerous trip.  Dan ternyata, supirnya pun ikut nge-trip juga ke pulau, ikut diving pulaaa..

Kekecewaan kami bertambah, kami kemari dengan niat diving.  5 kali diving dalam trip ini.  Tapi kami cuma diving sekenanya, karena mereka hanya membawa 6 tank oksigen.  Pengalaman saya yang sudah-sudah ketika diving, walaupun mereka memiliki 6 BCD, tapi mereka pasti membawa tanki melebihi jumlah BCD, minimal sejumlah peserta.  Selain itu, para peserta yang rata-rata masih belum memiliki diving license juga tidak diberitahu mengenai alat dasar maupun alat selam yang akan digunakan.  Well, akhirnya saya menerangkan sedikit yang saya tahu kepada peserta lain.  Fyi, ini menyangkut nyawa orang lain.  Bagaimanapun, kita ingin safety dalam melakukan penyelaman.  Dan benar saja, penyelaman pertama ada peserta yang mendapatkan porsi penyelaman lebih lama dari yang lain, dan ada yang tidak diving sama sekali.  Untuk yang baru pertama kali diving, tidak dibagi dalam tim dan tanpa buddy dive.  Saya sendiri sedang flu, jadi agak susah dan sakit melakukan ekualisasi dalam air.  Di dalam air pun, saya ditinggal.  Untung saya tidak panik dan cepat menuju permukaan.  Walaupun sayang, tapi lebih baik saya tidak terlalu memaksakan diri dan memilih untuk berhenti.
Di hari berikutnya pun kejadian serupa terulang kembali.  Sampai teman saya yang belum pernah diving pun kewalahan karena dibiarkan begitu saja tanpa ada dive buddy. 

Koordinasi panitia dalam mengatur acara pun tidak bagus.  Kami terlalu banyak dibiarkan mencari kegiatan sendiri.  Walaupun kondisi alam tidak memungkinkan karena cuaca sedang buruk sehingga kami tidak bisa melakukan trip ke Pulau Gosong dan Cendikian, mereka lambat dalam mencari alternatif kegiatan untuk kami.

Sampai puncak kekesalan kami, ketika melakukan perjalanan pulang melewati gelombang tinggi, terombang ambing selama 5 jam di laut Jawa, lelah, mual, lapar, pusing, semua bercampur jadi satu.  Kami berharap untuk dapat segera dijemput dengan mobil setibanya di Pelabuhan Karangsong, Indramayu.  Tapi ternyata mobil sewaan yang seharusnya menjemput kami belum datang.  EO bilang, mobilnya masih di bawa ke Bandung.  Padahal jelas-jelas, seharusnya sudah dibayar untuk mengantarkan kami pulang.  Mereka bilang mobilnya baru akan datang pukul 3 pagi, padahal saat itu baru jam 8 malam.  Kami masih harus menunggu 7 jam lagi sampai dijemput.  Gila apa!!  Tanpa kompensasi makan malam sekalipun.  Tanpa kejelasan.  Kami sudah lelah dan mengantuk.  Kalau g ingat saya ada di kampung orang, udah marah-marah lah saya.  Untungnya tak perlu menunggu sampai jam 3 pagi, mobil penjemput pun datang pukul 1 dini hari.
Dan lagi-lagi menyetir dengan sembrono.  Sabodo lah.. yang penting kami sampai dengan selamat.  Sangat tidak saya rekomendasikan!! BLACK LIST!!
(Untuk menjaga nama baik, nama EO tidak saya publish.  Tapi untuk mencegah kalian mendapatkan insiden yang sama, kalian bisa tanya langsung pada saya.)

 ***
Beberapa pelajaran dari peristiwa diatas, 
#1. Lain kali saya akan makan dengan porsi cukup selama trip.  Biar g sering-sering buang air. hehhee..
#2. Hati-hati kalau berbicara. Well, daerah itu bukan jajahan kita.  G akan tau siapa 'penghuni'nya.  Sebaiknya jangan sesumbar berbicara sembarangan.
#3.  Ada harga ada kualitas.  Hati-hatilah kalau memilih EO, walaupun harga murah, tapi teliti sebelum membeli.  Bagaimanapun juga, kita berlibur untuk mencari kesenangan, bukan ditelantarkan apalagi sampai mengabaikan keselamatan.

Semoga bermanfaat untuk kalian, 
Have a nice trip.

Melancong ke Pulau Biawak #1

Rasa kangen laut dan pantai akhirnya tertunaikan juga :)  
Minggu lalu, saya ke Pulau Biawak.  Pulau di utara Pulau Jawa ini terletak sejauh kira-kira 40 mill dari garis pantai Indramayu.

Sebenernya niat g niat juga mau pergi kemarin, kondisi keuangan lagi tiris, tapi bener-bener sangat butuh liburan, runaway ke laut.  Dan akhirnya, setelah membobol atm, berangkcut lah saya ke Pulau Biawak.  Dengan modal percaya sama my travel mate, si Bhe, tanpa tau dan riset apa-apa tentang pulau itu, 

Perjalanan ini dimulai dari meeting point di Mangga Dua Square pada Rabu malam.  Kami di jemput sekitar pukul 9, dan setelahs semua berkumpul kami berangkat menuju Indramayu pukul 10.30.  Dan kami sampai di Pelabuhan Karangsong, Indramayu pada pukul 5 pagi.  Well, mengingat long weekend, keadaan Pantura agak sedikit padat.  Tidak heran kami agak telat sampai.  Fyi, kami berjumlah 9 orang, 7 orang dari Jakarta, 1 orang dari Bandung, dan 1 orang lagi dari Solo.

Seteleh semua perbekalan siap, kami melanjutkan lagi perjalanan laut dari Karangsong menuju Pulau Biawak.  Perjalanan ini yang terberat diantara semuanya.  Menuju lautan lepas sejauh 40 mill selama 4 jam terombang ambing di laut utara Jawa dengan gelombang yang tinggi.  Lumayan juga rasanya, terombang ambing dan kepanasan di kapal klotok.  Tapi, empat jam kemudian, terbayarkan sudah rasanya perjalanan kami begitu sampai ke pulaunya.

Pulau Biawak

Pulau Biawak merupakan sebuah pulau yang hanya dihuni 1 orang penjaga mercusuar, pak Sumanto namanya.  Sehari-hari beliau hanya sendiri menjaga pulau itu.  Ditemani anjing nya si Pleki, dan juga Biawak-Biawak yang berkeliaran bebas.  Well, I never like reptile.  Pulau Biawak memiliki fungsi untuk Navigasi Laut di Laut Jawa.  Mercusuarnya sendiri sudah di bangun sejak zaman Belanda, kira-kira pada tahun 1872.  Dan hingga saat ini masih kokoh berdiri.  Saya sendiri naik kepuncaknya kemarin.  Dari atas Mercusuar, pemandangannya sungguh indah.  Hamparan hijau mangrove dikelilingi oleh birunya laut.  Kombinasi yang luar biasa.

Pulau Biawak, dari dermaga pulau
Biawak, maskot Pulau Biawak
Walaupun tak dihuni manusia selain pak Manto, konon katanya, di Pulau Biawak ini banyak pengunggunya.  Dan banyak orang yang datang ke pulau ini untuk mencari 'sesuatu'.  Dan di pulau ini juga terdapat makam keramat tempat di kuburkannya Syekh dari Banten.  Juga ada makam noni dan tuan zaman Belanda dulu.  Pulau Biawak termasuk luas, saya lupa luas pastinya berapa.  Tapi, jika berjalan kaki mengelilingi pulau ini, pak Manto bilang akan memakan waktu 4 jam.

Dermaga Pulau Biawak, dilihat dari tepi pantai
Mangrove di Pulau Biawak
Untuk fasilitas disana, hanya ada rumah dinas pak Manto, Mercusuar, dan beberapa cottage yang tidak terpakai, dan fasilitas penelitian, kantor, dan penangkaran yang terbengkalai, sayang sekali.  Untuk yang mencari kemewahan, Pulau Biawak tidak menyediakan fasilitas itu.  Air tawar yang ada di pulau ini pun harus didapat dengan menimba.  Dan listrik akan menyala mulai pukul 6 sore hingga pukul 6 pagi.  Tapi, untuk yang biasa melakukan perjalanan dengan ala backpacking, supporting life disini masih lumayan.  :)

Kegiatan Kami

Kami ke Pulau Biawak dengan menggunakan jasa EO, untuk melakukan Scuba Diving.  Well, sejak saya mengambil lisensi diving 1 tahun yang lalu, ini kali keduanya saya melakukan diving.  Agak ragu sebenarnya karena saya sedang terkena flu berat 2 mingg kemarin.  Saya takut menemui kesulitan untuk melakukan ekualisasi di dalam air jika flu saya belum sembuh.  Bisa fatal akibatnya jika saya tidak berhati-hati.
Tegak berdiri, Mercusuar Pulau Biawak

First entry
Hari pertama sampai, kami makan, beristirahat sejenak dan bersiap untuk penyelaman pertama.  Cuaca hari pertama bagus, air sangat tenang, dan kami bisa melakukan penyelaman langsung dari atas dermaga.  Pemandangan bawah lautnya masih bagus, karena letak Pulau Biawak yang jauh dari pulau utama.  Saya tidak terlalu banyak melakukan penjelajahan pada hari itu.  Tapi sejauh mata memandang, hamparan hard coral berwarna warni dapat dengan mudah dijumpai.  Biota yang lain yang ditemui ikan, christmast tree worm, teripang, kepiting, ikan pari, ikan nemo, dan penyu.

Keesokan harinya, cuaca kurang bersahabat untuk melakukan penyelaman.  Angin berhembus kencang sehingga arus menjadi tidak tenang dan gelombang lumayan tinggi.  Tapi, kami tetap mencoba melakukan penyelaman dari bawah dermaga.  Tapi, sia-sia.  Visibility nya tidak begitu bagus, karena material dari dasar laut teraduk karena arus dan agak berat untuk menembus gelombang.  Well, pagi itu kami gagal melakukan penyelaman.  Selain itu, rencana trip kami ke Pulau Cendikian dan Pulau Gosong pun batal karena terhalang gelombang tinggi.  Akhirnya kami hanya melakukan penyeleman sore hari di spot berbeda, masih di Pulau Biawak.  Di spot yang berbeda, keadaan arus agak tenang dan visibility kurang lebih 20 meter.  Di spot ini, saya bisa melihat ikan pari di dasar laut.

after fun dive
Esoknya, keadaan laut masih belum bagus.  Diving pagi kami batal karena gelombang tinggi.  Dan kami pun agak terlambat untuk melakukan perjalanan pulang karena cuaca buruk.  Setelah agak siang, dan air pasang, akhirnya kami memutuskan untuk pulang pada pukul 3 sore.  Perjalanan pulang lebih buruk daripada perjalanan kedatangan kami.  Gelombang laut lebih tinggi, angin juga lebih kencang.  Semua peserta trip memilih tidur untuk menghindari mabuk laut.  Memang, keadaannya sangat parah.  Dengan kapal kecil seperti itu, kami terombang ambing di lautan, kadang permukaan laut lebih tinggi dari posisi kapal, dan sedikit-sedikit air laut pun ikut masuk ke kepal.  Well, herannya, saya sama sekali tidak mabuk laut.  Padahal ini perjalanan terparah saya.  Dan setelah 5 jam perjalanan laut, sampailah kami di Pelabuhan Karangsong, Indramayu.
Masing-masing, baik gunung, maupun laut, punya caranya sendiri dalam menguji mental seseorang.  Dan dari alam pun kita dapat banyak pelajaran berharga, bahwa manusia adalah makhluk kecil yang tidak berdaya dan ada kuasa diatas kita untuk sesuatu.  Belajar kepasrahan, untuk menerima bahwa bisa jadi itu adalah saat-saat terakhir kita.  Dan tawakkal untuk setiap ketentuanNya.

And finally, pretty sunset after all :)


Dan alhamdulillah, saya bisa pulang dengan selamat. 

Btw, thank you Radit, fpr the photos :)